[EKONOMI] TANGTANGAN DAKWAH DI ERA MEA 2015,
Di Indonesia gerakan
dakwah yang menurut sejarah telah dipelopori oleh walisongo juga tidak terlepas
dari banyaknya tantangan sosial dan budaya masyarakat Indonesia waktu itu.
Namun para wali tersebut mampu membuktikan bahwa gerakan dakwah dapat terus bergerak
di manapun, kapanpun, dan dalam keadaan bagaimanapun. Tetapi pada masa
sekarang, gerakan dakwah yang telah dibangun sejak lama di Indonesia akan
menghadapi tantangan yang lebih kompleks, yakni telah hadir di hadapan kita MEA
(Masyarakat Ekonomi ASEAN), tepatnya yang telah bergulir mulai 15 Desember
tahun 2015.
Indonesia dan
negara-negara di wilayah Asia Tenggara akan membentuk sebuah kawasan yang
dikenal sebagai MEA. MEA merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi
ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Terdapat empat hal yang menjadi focus MEA
pada tahun 2015. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Association of Southheast
ASIAN Nations, Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini
akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Kedua,
MEA akan dibentuk sebagai kawasan dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang
memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer
protection, intellectual property rights (IPR), taxation, dan E-commerce. Ketiga,
MEA akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang
merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Keempat, MEA
akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global.
Sebagai sebuah pasar
tunggal dan basis produksi, terdapat lima hal mendasar, yaitu (1) pergerakan
bebas barang;(2) pergerakan bebas jasa; (3) pergerakan bebas investasi; (4)
pergerakan bebas modal; dan (5) pergerakan bebas pekerja terampil. Jelaslah
bahwa dalam MEA bukan hanya barang dan jasa yang bebas bergerak, namun tenaga
kerja juga bebas keluar-masuk negara lain.
Bagaimana dengan
Indonesia? Sebagai negara berkembang, tipis harapan Indonesia mampu bersaing
dalam era pasar bebas ala ASEAN itu. Hingga saat ini daya saing produk, baik
dari sisi kualitas maupun harga masih kalah dari beberapa negara ASEAN lainnya.
Beragam kebijakan ekonomi pemerintah dalam bentuk pencabutan subsidi dan
liberalisasi perdagangan, semakin melemahkan kekuatan produk Indonesia dalam
persaingan dengan produk-produk asing.
Dari sisi tenaga ahli
dan terampil, jumlah yang dimiliki Indonesia juga terbatas. Paradigma
pendidikan yang dimiliki pemerintah justru mencetak tenaga-tenaga pekerja siap
pakai yang hanya menjadi pekerja level bawah. Hendri Saparini, Ph.D (ekonom
dari CORE Indonesia) menyatakan, saat ini saja ketika MEA belum diberlakukan,
para pekerja terampil dari India sudah memasuki bursa ketenagakerjaan di
Indonesia. Dan mereka banyak menempati pos-pos penting dalam bidang produksi tekstil
negara ini.
Sementara dari sisi
potensi pasar, Indonesia memiliki bonus demografi. Dengan pertumbuhan penduduk
yang cukup tinggi, disertai tingkat konsumtivitas yang tinggi pula, menjadikan
negara ini sebagai pangsa pasar yang sangat menggiurkan.
Tampak bahwa pihak yang
paling diuntungkan dengan adanya MEA adalah negara maju. Karena mereka lebih
siap bersaing dari berbagai sisi, baik dari kebijakan pemerintah, kekuatan
investasi serta kesiapan SDM tenaga ahli. Sehingga ke depannya, negara-negara
maju inilah yang akan memanfaatkan ASEAN untuk perluasan pasar bagi produk
barang, jasa serta tenaga kerja mereka tanpa hambatan biaya cukai, dan
sebagainya. Bisa dibayangkan, akan banyak corporate global yang
menancapkan investasinya untuk menguasai SDA dan SDM Indonesia. Jelaslah, MEA
adalah alat baru untuk menjajah negara-negara berkembang di bidang
perekonomian.
Terhitung sejak
2003-2013, Penguasaan lahan oleh korporasi (dengan luas 5.000-30.000 Ha)
mengalami pertumbuhan sebesar 24,57%. Hal ini berakibat makin hilangnya akses
petani gurem dan kecil terhadap lahannya (luas lahan 0-5000) sebanyak
5.177.195. Ketika MEA diberlakukan, maka para petani akan semakin
termarginalkan karena kalah bersaing dengan korporasi besar. Tak pelak, angka
kemiskinan kaum tani bahkan jumlah pengangguran pun semakin meningkat (Rahmi
Hertanti, Indonesia For Global Justice).
Belum lagi imbas
persaingan produk lokal dan impor. Dengan modal yang jauh lebih besar, dan
penguasaan teknologi canggih plus keberpihakan negara, maka negara besar dapat
memproduksi barang jauh lebih banyak, yang konsekuensinya dapat menghasilkan
harga jual lebih rendah. Sementara masyarakat pada umumnya memilih membeli
produk yang lebih murah meski impor, sehingga lambat-laun pengusaha lokal
pun akan banyak yang gulung tikar karena kalah saing. Lebih berbahaya lagi jika
korporasi asing dapat masuk menguasai sektor-sektor vital negara karena
kekuatan modal yang besar, maka barang-barang kepemilikan umum seperti
minyak bumi, gas bumi, dan barang tambang lain, serta sumber mata air dan hutan
akan menjadi milik mereka. Rakyat akan kehilangan haknya, sedangkan pemerintah
tidak bisa mengintervensi. Peran negara sebagai pelayan rakyat semakin
tereduksi, hanya berfungsi sebagai regulator saja.
Akhirnya, korporasi
asing dapat menyetir penguasa. Dengan mempengaruhi perpolitikan suatu negara
untuk menghasilkan kebijakan yang menguntungkan perusahaan serta negara
asalnya, walaupun itu harus mengorbankan jutaan rakyat lokal.
Namun ada yang
beranggapan MEA juga akan berdampak positif bagi Indonesia, MEA akan menjadi
ajang kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang
bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan ekspor
yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Namun, di sisi lain muncul
tantangan baru bagi gerakan dakwah berupa permasalahan homogenitas komoditas
yang diperjual belikan serta sistem ekonomi yang akan diterapkan. Apakah
syariah, kapitalis, sosialis, liberalis ataukah ekonomi pancasila? Inilah
tantangan gerakan dakwah dalam bidang ekonomi. Sedangkan gerakan dakwah selama
ini senantiasa menghendaki suatu rekaya sosial (perubahan social terencana)
dengan harapan mewujudkan khoiru ummah. Dengan demikian akan muncul
pertanyaan bagaimana responsif dakwah terhadap MEA 2015 di Indonesia?
KONSEP DAKWAH ISLAMIYAH
Dakwah dari segi bahasa
berarti panggilan, seruan, atau ajakan. Sedangkan berdakwah berarti memanggil,
menyeru, atau mengajak. Dalam istilah Prof. Dr. Toha Yahya Oemar mengartikan
dakwah Islam sebagai upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan
yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan
akhirat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hamzah Ya’qub yang mengatakan
bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk
mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Syekh Muhammad
al-Khadir Husin menyatakan bahwa dakwah adalah menyeru manusia kepada kebajikan
dan petunjuk serta melarang kepada kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia
akhirat. Sejalan dengan itu Toha Abdurrahman menyatakan bahwa dakwah ialah
dorongan atau ajakan manusia kepada kebaikan serta melarang kemungkaran untuk
meraih kebahagiaan dunia akhirat. Kemudian Abd. Al-Karim Zaidan dengan ringkas
menyebut bahwa dakwah adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.
Selain itu M. Quraish
Shihab menulis bahwa dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsafan atau
usaha mengubah situasi kepada yang lebih baik dan sempurna terhadap individu
dan masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman
keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju
sasaran yang lebih luas. Asep Muhiddin menyebut bahwa dakwah adalah upaya
kegiatan mengajak atau menyeru umat manusia agar berada di jalan Allah yang
sesuai fitrah secara integral.
Sesungguhnya masih
banyak definisi tentang dakwah dari para pakar atau ulama yang lain dengan
berbagai perspektif. Semua definisi diatas pada intinya menngunkapkan bahwa
dakwah adalah sebuah kegiatan atau upaya manusia mengajak atau menyeru manusia
lain kepada kebaikan. Isi daripada ajakan tersebut adalah al-khayr,
amar ma’ruf, dan nahi munkar. Hal inilah yang menjadi
karakteristik dakwah yang membedakannya dengan kegiatan lain seperti kampanye.
Dengan isi ajakan itu dakwah dapat memberikan kontribusi kepada komunikasi
manusia dalam wujud etika dan moral.
Lebih jelas lagi
dikemukakan oleh Drs. Rachmat Imampuro dakwah adalah suatu kegiatan untuk
membina manusia agar mentaati ajaran Islam, guna memperoleh kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Dari penjelasan makna dakwah di atas dapat dipahami bahwa
berdakwah merupakan perjuangan hidup untuk menegakkan dan menjunjung
undang-undang ilahi dalam seluruh aspek kehidupan manusia dan masyarakat,
sehingga ajaran Islam menjadi sibghah (celupan) yang mendasari,
menjiwai dan mewarnai seluruh sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan
dan pergaulan hidupnya. Wahidin mengelompokan dakwah dalam tiga pola dakwah.
Diantaranya dakwah cultural, dakwah politik, dan dakwah ekonomi. Di mana dalam
tulisan akan membatasi pembahasan pada dakwah ekonomi saja yang kemudian akan
dikolaborasikan dengan rekayasa sosial.
Unsur-unsur dakwah
adalah komponen-komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah.
Unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku, motivator, dan
aktivis gerakan), mad’u (simpatisan gerakan), maddah (materi
gerakan), wasilah (media gerakan), thariqah (metode
gerakan),1 muqashid (tujuan gerakan).2 Sehingga dengan dakwah
terjadilah rekonstruksi peradaban kehidupan umat manusia. Secara historis,
dakwah memiliki perjalanan yang sangat panjang dan senantiasa bergerak. dakwah
telah ada sejak manusia pertama di bumi yang menyeru untuk meng-Esa-kan Allah
semata, kemudian senantiasa bergerak hingga pada Nabi akhir zaman Muhammad
saw., dakwah tidak hanya pada masalah akidah, tetapi merambah pada masalah
sosial (muamalah dan akhlak).
Atsar dakwah telah dapat kita
saksikan dalam masa sekarang. Dakwah dapat merekonsturksi peradaban umat
manusia jahiliyah kepada peradaban umat manusia yang berwawasan luas dan
cerdas. Dan dengan gerakan dakwah pula dapat mensetarakan kedudukan umat
manusia, menghapus kedzaliman, dan penindasan dari umat yang kuat kepada umat
yang lemah. Hingga pada akhirnya golden eggs dapat diwujudkan.
Meskipun demikian, gerakan dakwah tidak terlepas dari tantangan-tantangan
sesuai zamannya. Terlebih lagi pada saat ini, di mana kita baru saja memasuki
era MEA sejak pertengahan Desember 2015. Pada kesempatan ini penulis akan
memaparkan tentang konsep dakwah di bidang ekonomi dan sosial, khususnya yang
berkembang pada era MEA saat ini.
A. Konsep Dakwah Ekonomi
Dakwah ekonomi adalah
aktivitas umat Islam yang berusaha mengimplementasikan ajaran Islam yang
berhubungan dengan proses-proses ekonomi guna meningkatkan ekonomi dan
kesejahteraannya. Ajaran Islam dalam kategori ini antara lain; jual-beli,
salam, musaqoh, muzaro’ah, zakat, infak, kurban, dan yang lainnya termasuk di
dalamnya tentang haji.ajaran Islam tersebut memiliki relevansi dengan dakwah
ekonomi yaitu pada aspek produksinya, distribusinya, supplier, pemanfaatan
barang dan jasa. Maka ekonomi umat Islam akan meningkat dan pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan umat Islam.
1. Tujuan Dakwah Ekonomi
Tujuan daripada dakwah ekonomi di antaranya:
a. Mengutamakan Ketuhanan (mencari kehidupan akhirat)
Maksud tujuan dari
ekonomi Islam adalah berbakti kepada Tuhan. Tujuan ini untuk memperingatkan
kepada masing-masing manusia bahwa dibalik hidupnya yang sekarang, masih ada
lagi kehidupan yang abadi. Di sana hanya hukuman Tuhan yang berlaku, di mana
tiap-tiap orang harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan selama hidup di
dunia di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dalam berjuang mencari
rizki dan membangun perekonomian, haruslah orang mengingat tujuan akhir. Tujuan
ini harus dijadikan lambing pekerjaannya dan juga dasar taktik strategi
perjuangannya di lapangan ekonomi itu. Tujuan itu mempengaruhi pekerjaannya di
lapangan produksi, distribusi, dan konsumsi.
b. Memenuhi Kebutuhan Hidup Secara Sederhana
Aspek yang tercakup
dalam kategori ini termasuk usaha untuk mendapatkan makanan, minuman, pakaian,
tempat tinggal, perawatan, dan pendidikan. Jika dikaitkan dengan tujuan yang
benar, semua usaha untuk mencapai tujuan ini adalah sunah, dan dianggap sebagai
usaha yang diridhoi Allah swt. Demikian yang dinyatakan oleh Muhammad
Nejatullah Siddiqi, menurutnya seseorang yang cukup pangan, mengenakan pakaian
bagus, dan menikmati berbagai kesenangan lain dengan baik, merupakan tujuan
yang hendak dicapai dalam Islam.
c. Memperjuangkan Kebutuhan Hidup Duniawi (tidak melupakan nasib di dunia)
Di dalam tujuan ini
Islam menegaskan bahwa ekonomi haruslah ditujukan kepada perjuangan nasib.
Manusia tidak boleh melalaikan nasibnya dalam hidup di dunia ini, melainkan
harus hidup berjuang di lapangan perekonomian dengan segala jalan yang terbuka
baginya. Banyak jalan yang ditempuh dan banyak usaha yang dikerjakan untuk
menolong nasib sendiri di dalam perebutan ekonomi.
d. Memenuhi Kebutuhan Jangka Panjang
Islam juga mengakui
tentang perlunya manusia menyimpan barang kebutuhan untuk digunakan pada saat
tertentu. Firman Allah swt., dalam QS. Al-Isra’; 29) yang Artinya: “Dan
janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”
Nabi Muhammad saw sering memperingati
sahabat-sahabatnya agar bersifat hemat dan menasehati agar jangan menghabiskan
semua harta yang ada walaupun heart tersebut digunakan untuk di
jalan Allah, karena harta tersebut dibutuhkan untuk keperluan hidup sehari-hari
dan untuk masa depan.
e. Memberikan Bantuan Sosial dan Sumbangan di Jalan Allah
Saat pendapatan dan
pengeluaran menjadi masalah yang paling penting dalam aktivitas ekonomi
manusia. Setelah seseorang dapat memuaskan kebutuhan hidupnya dan juga
kebutuhan orang-orang berada di bawah pengawasannya, juga menyimpan beberapa
bagian hartanya di masa yang akan datang dan keturunannya, seseorang tidak
sepantasnya untuk berdiam diri saja tanpa melakukan aktivitas ekonomi. Misalnya
memberikan bantuan sosial pada fakir miskin dan sumbangan sosial berdasarkan di
jalan Allah dengan cara infaq, sedekah, dan lainnya.
B. DAKWAH
SOSIAL
Perubahan sosial adalah
perubahan dalam segi struktur dan hubungan social. Kingley Davis mengartikan
perubahan social sebagai perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
masyarakat.12 Selanjutnya meskipun arah perubahan social diramalkan dan
dikendalikan masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan, namun demikian, bagi
ilmuwan yang berpendapat bahwa arah perubahan social dapat diramalkan, bahwa
manusia dapat memberikan pengaruh tertentu terhadap arah perubahan social.
Bertolak pada argument
tersebut bahwa perubahan social yang direncanakan disebut dengan beberapa
istilah, di antaranya rekayasa social, perencanaan social (planned
change), dan manajemen perubahan. Dari ketiga istilah di atas,
rekayasa social memiliki makna yang lebih pasti dibandingkan dengan lainnya.
Taghyiir ijtimaa’i (rekayasa social)
merupakan cara untuk merubah tatanan kondisi masyarakat yang menyimpang, salah,
dan buruk menjadi kondisi masyarakat yang terarah, benar, dan baik. Dalam
Al-Qur’an istilah rekayasa social tersirat dalam QS. Ar-Ra’d: 11
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…”
Menurut Rachmat
Imampuro rekayasa social (social engineering) adalah campur
tangan gerakan ilmiah dari visi ideal tertentu untuk mempengaruhi perubahan
tertentu. Rekayasa sosial merupakan sebuah jalan mencapai sebuah perubahan
social secara terencana. Gerakan ilmiah yang dimaksud Rachmat adalah sebuah
gagasan atas perubahan tingkat/taraf kehidupan masyarakat demi tercapainya
kesejahteraan dan kemandirian.
Dalam sejarah panjang
dan telah kita saksikan bahwa kita saat ini sedang menikmati efek dakwah
rekayasa social. Rekayasa social telah dipraktikan oleh Nabi Muhammad SAW,
dalam misi dakwahnya. Beliau adalah agent of social change (pelaku
rekayasa social) dalam waktu relative singkat, yaitu lebih kurang dari du puluh
tiga tahun. Berhasil dalam melakukan rekayasa social yang spektakuler atas
kondisi social masyarakat Arab.
Bukti Nabi Muhammad saw
merupakan pelaku rekayasa social dapat kita saksikan dari kutipan penuturan
sahabat Nabi saw, yaitu Ja’far bin Abi Thalib:
“Kami adalah kaum jahiliyah yang menyembah patung, memakan bangkai,
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji,… kemudian rasul tersebut mengajak
kami untuk mengesakan Allah dan menyembah-Nya,… rasul itu menyuruh kami berkata
benar, memelihara amanah, menyambung hubungan keluarga, menjaga hubungan
tetangga dengan baik, menjauhi kejahatan,… rasul itu juga melarang kami memakan
harta anak yatim dan menuduh wanita yang suci….”
Demikianlah sekilas
tentang taghyiir ijtimaa’i yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Menurut
Joseph S. Roucek dan Roland L. Warrin, rekayasa social adalah suatu usaha untuk
mengarahkan perubahan social melalui beberapa jenis rencana yang tersusun rapi.
Dengan mengacu pada
penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pengertian rekayasa social yaitu suatu
upaya terencana untuk mengarahkan perubahan sosial ke arah yang baik.
C. Rekayasa Sosial dakwah ekonomi
Indonesia
Dalam sebuah hadits
disebutkan, “kefakiran sangat dekat dengan kekufuran”. Dan juga
keseriusan Sayidina Ali bin Abi Thalib dalam penuturan, “jika
kemiskinan itu berwujud maka aku akan memeranginya.” Dengan begitu
penting dan bahayanya sebuah kemiskinan dan hal ini sangat erat berkaitan
dengan ekonomi. Dalam perkembangan, perekonomian dalam system Islam telah
menjadi problem solving dalam menghadapi permasalahan kemiskinan ummat.
Di zaman Nabi Muhammad
saw, dalam mengatasi kemiskinan telah memberikan fundasi yang kuat untuk
kelangsungan ekonomi zaman setelahnya. Yaitu dengan mewajibkan zakat, dan
menganjurkan infaq dan sedekah. Estafet dakwah ekonomi dilanjutkan oleh
khalifah Abu Bakar As-Sidiq dalam memerangi kaum yang tidak membayar zakat
sepeninggal Rasulullah saw. Kemudian
Kaum yang tidak
membayar zakat kemudian dilanjutkan oleh Umar bin Khattab di mana hampir
masyarakat tidak terdapat yang miskin dan berhak menerima zakat. Pada zaman
Ustman bin Affan, dibangunlah baitul mall, kemudian Ali bin Abi Thalib, di mana
beliau memilih hidup sederhana dan dibangun pusat perekonomian. Dan begitulah
sejarah rekayasa social dakwah ekonomi, hingga di Indonesia sendiri telah kita
saksikan bahwasanya telah tumbuh perbankkan syariah, lembaga pengelolaan ZIS,
lembaga distribusi kurban, dan lainnya.
TANTANGAN
DAKWAH REKAYASA SOSIAL Di INDONESIA ERA MEA 2015
Telah dipaparkan di
muka bahwa MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) adalah momentum sejarah yang tidak
dapat dihindarkan. Negara-negara ASEAN akan menjadi kesatuan pasar dan basis
produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan terciptanya kesatuan pasar dan
basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam
jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu
Negara ke Negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Selain itu, akan
tercipta persaingan dan akan meningkatkan perdagangan dengan media elektronik
berbasis online. Kehadiran MEA bagi sebagian masyarakat Indonesia menjadi
momentum yang dinanti, namun bagaimana dengan para aktivis dakwah khususnya
aktivis dakwah ekonomi? Beberapa hal yang menjadi tantangan dalam era
MEA, pertama, belum pastinya aktivis dakwah dalam mahzab sistem
ekonomi? Hal ini sangat beralasan sebab lebih dari 50% perekonomian di
Indonesia dikuasai oleh kaum kapitalis. Kedua, belum munculnya
produk komoditas yang akan diunggulkan dalam pasar MEA. Ketiga,
masih rendahnya penguasaan tanah, bahasa dan life skill oleh para aktivis
dakwah. Sebab kurikulum pendidikan yang senantiasa mengacu kepada teoritis
keilmuan, dan sedikit yang mengacu pada praksis. (dikutip dari berbagai
sumber).
*Penulis adalah Dosen di Fakultas Dakwah dan
Ushuluddin Institut Agama Islam (IAI) Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
sumber :
hXXp://tabloiduswah.blogspot.co.id/2016/01/now-days-dakwah-peluang-dan-tantangan.html
Post A Comment
No comments :